Senin, 27 Februari 2012

PERANAN PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA


A. Konsep Pemerolehan Bahasa
Sejak tahun 1979 dunia pendidikan di Indonesia berkenalan dengan pembedaan antara hasil instruksional berupa kompetensi pebelajar atas pengetahuan dan keterampilan dalam ranah intelektual, emosional, dan fisik (psikomotor), dan hasil pengiring (nurturent effect), serta nilai (value). Pelajaran yang dapat dipetik dari konsep ini ialah ada sesuatu yang diperoleh siswa dari apa yang diajarkan guru atau dipelajari siswanya.
Hal tersebut sejajar dengan munculnya pembedaan antara konsep pembelajaran (learning) dan pemerolehan (acquisition) bahasa. Istilah "pemerolehan" terpaut dengan kajian psikolinguistik ketika kita berbicara mengenai anak-anak dengan bahasa ibunya. Dengan beberapa pertimbangan, istilah pertama dipakai untuk belajar B2 dan istilah kedua dipakai untuk bahasa ibu (B1). Faktanya, belajar selalu dikaitkan dengan guru, kurikulum, alokasi waktu, dan sebagainya, sedangkan dalam pemerolehan B1 semua itu tidak ada. Ada fakta lain bahwa dalam memperoleh B1, anak mulai dari nol; dalam belajar B2, pebelajar sudah memiliki bahasa.
Dengan "mesin" pemerolehan bahasa yang dibawa sejak lahir anak mengolah data bahasa lalu memproduksi ujaran-ujaran. Dengan watak aktif, kreatif, dan inofatif, anak- anak akhirnya mampu menguasai gramatika bahasa dan memproduksi tutur menuju bahasa yang diidealkan oleh penutur dewasa. Anak memiliki motivasi untuk segera masuk ke dalam lingkungan sosial, entah kelompok sebaya (peer group) atau guyup (community).
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999; Musfiroh, 2002)
bahasa,
aktivitas dibawah
perintah guru
4. Koreksi kesalahan sangat penting
untuk
mencapai
tingkah
penguasaan
5. Belajar merupakan proses sadar untuk
menghafal kaidah, bentuk, dan
struktur
6. Penekanan pada kemampuan produksi
mungkin dihasilkan dari ketertarikan
pada tahap awal.
4. Kesalahan merupakan hal yang
wajar
5. Pemerolehan merupakan proses
bawah
sadar dan terjadi melalui pemajanan dan masukan yang dapat dipahami anak
6. Penekanan
pada
tumbuhnya
kecakapan
bahasa secara
alamiah
Perbandingan Pembelajaran Bahasa dengan Pemerolehan Bahasa
Sofa (2008) juga mengemukakan bahwa proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1) (anak) terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya.
Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik ditambahkan, bahwa pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1).
Agar seorang anak dapat dianggap telah menguasai B1 ada beberapa unsur yang penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak itu. Perkembangan nosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang, modalitas, sebab akibat, dan deiktis merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak.
Selain aspek kognitif anak, pemerolehan bahasa pertama juga memiliki hubungan yang erat dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasa memudahkan anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar-
benar dapat diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lain dalam masyarakat.
Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa melalui bahasa khusus bahasa pertama (B1), seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian, dalam bentuk-bentuk bahasa yang dianggap ada. Ia belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara gamblang.
B. Strategi dan Tahap Pemerolehan Bahasa Pertama
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan.Kompetens i adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa.
Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.
Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).
Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi si anak dalam memperoleh bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalam memperoleh bahasa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:243- 244) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini.
Sofa (2008) mengemukakan bahwa terdapat empat strategi pemerolehan bahasa
pertama anak. Berikut ini diuraikan keempat strategi tersebut:
1. Tirulah apa yang dikatakan orang lain. Tiruan akan digunakan anak terus, meskipun ia sudah dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada berbagai ragam peniruan atau imitasi, yaitu imitasi spontan atau spontaneous imitation, imitasi pemerolehan atau elicited imitation, imitasi segera atau immediate imitation, imitasi terlambat delayed imitation dan imitasi dengan perluasan atauim itation
with expansion, red
2. Strategi produktivitas. Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa yang berpegang pada pedoman buatlah sebanyak mungkin dengan bekal yang telah Anda miliki atau Anda peroleh. Produktivitas adalah ciri utama bahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat “bercerita atau mengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat mengandung
berbagai makna bergantung pada situasi dan intonasi.
3. Berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan responsi. Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujaran dan lihatlah bagaimana orang lain memberi responsi. Stategi produktif bersifat “sosial” dalam pengertian bahwa strategi tersebut dapat meningkatkan interaksi dengan orang lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu dapat memberikan umpan balik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri terhadap makna dan juga memberinya sampel yang lebih banyak, yaitu sampel bahasa untuk digarap atau dikerjakan.
4. Prinsip operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa “prinsip operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa. Selain perintah terhadap diri sendiri oleh anak, prinsip operasi ini juga menyarankan larangan yang dinyatakan dalamavoidance terms; misalnya: hindari kekecualian, hindari pengaturan kembali.ucedim itation.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dikatakan bahwa pemerolehan bahasa bukan hanya diperoleh secara otomatis, tetapi juga melajui beberapa strategi pemerolehan bahasa pertama anak. Selain itu, proses pemerolehan bahasa pertama juga bisa diketahui dengan melihat tahapan-tahapan dalam pemerolehan bahasa pertama. Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Safriandi (2008) berikut ini, bahwa B1 diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa tahap-tahap pemerolehan bahasa pada aspek tahapanlinguis tik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan(babbling); (2) tahap satu kata(holofr as tis ); (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).
C. Strategi dan Faktor Pemerolehan Bahasa Kedua
1. Strategi Pemerolehan Bahasa Kedua
. Pembelajaran bahasa kedua adalah proses memahaminya seorang atau lebih individu terhadap suatu bahasa setelah bahasa yang terdahului dikuasai sampai batas tertentu. Dengan demikian, belajar bahasa kedua berarti belajar menguasai bahasa yang kedua dipajankan kepada mereka. Umumnya hasil belajar bahasa kedua tidak sebagus hasil belajar bahasa pertama. Meskipun demikian, pada anak-anak, menurut Paivio dan Begg (1981). proses belajar itu terjadi dengan sangat cepat dan lancar, terutama karena otak mereka masih sangat peka menerima rangsang bahasa.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Menurut Sofa (2008) bahwa orang dewasa mempunyai dua cara yang berbeda mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua.
a. Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
b. Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan
belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Namun, pada dasarnya Orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat pada orang dewasa.
Selain pembedaan pemerolehan dan pembelajaran yang dikemukakan di atas, Sofa (2008) juga memberikan batasan pembedaan pada pemerolehan dan pembelajaran dalam lima hal sebagai berikut.
a. Pemerolehan: memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seorang anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal,
b. secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
c. bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaran
mengetahui bahasa kedua,
d. mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapat
pengetahuan secara eksplisit,
e. pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaran
menolong sekali.
Terdapat dua cara pemerolehan bahasa kedua, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.Per tam a, pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.Kedua, pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
Keberhasilan belajar bahasa kedua, menurut Steinberg (2001:238), dipengaruhi oleh strategi yang digunakan pembelajar, yakni (1) verifikasi, adalah mengecek apakah hipotesis mereka tentang bahasa tersbut benar, (2) pemrosesan induktif, yakni menyusun hipotesis tentang bahasa kedua dengan dasar pengetahuan mereka pada bahasa pertama, (3) alasan deduktif, yakni menggunakan logika umum dalam memecahkan masalah, (4) praktik, yakni kegiatan mengulang, berlatih, dan menirukan, (5) memorasi atau mengingat, yakni strategi mnemonic dan pengulangan untuk tujuan menguatkan penyimpanan dan pengambilan (storage and retrieval), (6) monitoring, yakni berani membuat kesalahan dan memberi perhatian pada bagaimana pesan diterima oleh petutur.
Sofa (2008) mengemukakan lima strategi pemerolehan bahasa seperti berikut ini.
a. Gunakanlah pemahaman nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk penetapan atau pemikiran bahasa, Strategi pertama ini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata (PUR) sebesar 1,75, dan Loncatan Atas (LA) sebesar 5. Penggunaan pemahaman nonlinguistik untuk memperhitungkan serta menetapkan hubungan-hubungan makna-ekspresi bahasa merupakan suatu strategi yang amat persuasif atau dapat
merembes pada diri anak-anak.
b. gunakan apa saja atau segala sesuatu yang penting, yang menonjol dan menarik hati Anda. Ada dua ciri yang kerap kali penting dan menonjol bagi anak-anak kecil dan berharga bagi sejumlah kata-kata pertama mereka yaitu objek-objek yang dapat membuat anak-anak aktif dan giat (misalnya kunci, palu, kaos kaki, topi) dan objek-objek yang bergerak dan berubah (seperti mobil, jam). Sifat-sifat atas ciri-ciri perseptual dapat bertindak sebagai butir-butir atau titik-titik vokal bagi anak-anak (misalnya bayangan, ukuran, bunyi, rasa, bentuk).
c. anggaplah bahwa bahasa dipakai secara referensial atau ekspresif dan dengan demikian menggunakan data bahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki 50 kata pertama mencakup suatu proporsi nomina umum yang tinggi dan yang seakan-akan melihat fungsi utama bahasa sebagai penamaan objek-objek. Anak kelompok ekspresif memiliki 50 kata pertama secara proporsional mencakup lebih banyak kata yang dipakai dalam ekspresi-ekspresi sosial (seperti terima kasih, jangan begitu) dan lebih sedikit nama-nama objek yang melihat bahasa (terutama sekali) sebagai pelayanan fungsi-fungsi sosial efektif. Kedua kelompok anak itu menyimak bahasa sekitar mereka secara berbeda. Kelompok yang satu memperlakukan bahasa yang dipakai untuk mengacu, sedangkan kelompok yang satu lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul, bersosialisasi.
d. amatilah bagaimana caranya orang lain mengekspresikan berbagai makna. Strategi ini baik diterapkan pada anak yang berbicara sedikit dan seakan-akan mengamati lebih banyak, bertindak selektif, menyimak, mengamati untuk melihat bagaimana makna dan ekspresi verbal saling berhubungan.
e. ajukanlah pertanyaan-pertanyaan untuk memancing atau memperoleh data yang Anda inginkan, anak berusia sekitar dua tahun akan sibuk membangun dan memperkaya kosakata mereka. Banyak di antara mereka mempergunakan siasat bertanya atau strategi pertanyaan. Suatu pola yang menarik terjadi pada penggunaan pertanyaan mengapa pada usia sekitar 3 tahun.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Bahasa Kedua
Keberhasilan pembelajaran bahasa kedua dipengaruhi oleh enam faktor. Pertama, faktor motivasi. Belajar bahasa yang dilandasi oleh motivasi yang kuat, akan memperoleh hasil yang lebih baik. Motivasi, dalam perspektif ini meliputi dorongan, hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan yang menggerakkan seseorang untuk belajar bahasa. Motivasi berasal dalam diri individu, yang dapat digolongkan sebagai motivasi integratif dan motivasi instrumen. Motivasi integratif berkaitan dengan keinginan untuk menjalin komunikasi dengan penutur, sedangkan motivasi instrumen mengacu pada keinginan untuk memperoleh prestasi atau pekerjaan tertentu.
Kedua, adalah faktor lingkungan, meliputi lingkungan formal dan informal. Lingkungan formal adalah lingkungan sekolah yang dirancang sedemikian rupa, artifisial, bagian dari pengajaran, dan diarahkan untuk melakukan aktivitas yang berorientasi kaidah (Krashen, 2002). Lingkungan informal adalah lingkungan alami dan natural yang memungkinkan anak berinteraksi dengan bahasa tersebut. Menurut Dulay (1982), lingkungan informal, terutama teman sebaya, memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam proses pemerolehan bahasa. Selain itu, lingkungan yang diperkaya pun sangat membantu anak menguasai bahasa. Tersedianya materi-materi cetak, buku-buku bergambar, dan media-media yang setiap saat dapat dilihat anak merupakan bagian dari lingkungan yang diperkaya.
Ketiga, adalah usia. Anak-anak, menurut Lambert (1972) memiliki peluang untuk mahir belajar bahasa. Mereka masih berada pada masa umur kritis berbahasa (Allan & Paivio, 1981). Dalam hal pelafalan, anak-anak memiliki peluang untuk berbicara secara fasih, meskipun aturan berbahasa harus mereka bangun secara natural (Brewer, 1995)
Keempat, adalah kualitas pajanan. Materi pembelajaran yang dipajankan secara natural memberikan makna bagi anak dalam kehidupan sehari-hari. Di lain pihak, pajanan yang disajikan secara formal membuat anak menguasai kaidah secara relatif cepat, meskipun mungkin mereka tidak dapat mengeskpresikan penguasaannya dalam komunikasi yang natural (Ellis, 1986).
Kelima, adalah bahasa pertama. Jika bahasa pertama memiliki kedekatan kekerabatan dengan bahasa kedua, pembelajar mempunyai kemudahan mengembangkan kompetensinya. Meskipun demikian, kemungkinan percampuran kode lebih mudah terjadi, sebagaimana banyak ditemukan percampuran kode dalam tuturan anak-anak Taman Kanak-kanak di DIY (Musfiroh, 2003).
Keenam, adalah faktor intelligensi. Walaupun belum terbukti secara akurat dan bertentangan dengan teori multiple intelligences, diduga tingkat kecerdasan anak mempengaruhi kecepatan pemerolehan bahasa keduanya. Menurut Lambert, anak-anak bilingual memiliki performansi yang secara signifikan lebih baik daripada anak-anak monolingual, baik pada tes inteligensi verbal maupun nonverbal (Lambert, 1981:154).
D. Peranan Bahasa Pertama dalam Proses Pemerolehan Bahasa Kedua
Telah dipaparkan sebelumnya mengenai beberapa konsep dasar serta strategi dalam pemerolehan bahasa pertama (B1) dan pembelajaran bahasa kedua (B2). Ada tiga macam pengaruh proses belajar bahasa kedua, yaitu pengaruh pada urutan kata dan karena proses penerjemahan, pengaruh pada morfem terikat, dan pengaruh bahasa pertama walaupun pengaruh isi sangat lemah (kecil).
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan dalam Sofa (2008) bahwa bahasa pertama mempunyai pengaruh positif yang sangat besar terhadap bahasa kedua sebesar 4 – 12 % dari kesalahan-kesalahan dalam tata bahasa yang dibuat oleh anak-anak berasal dari bahasa pertama, sebesar 8 – 23 % merupakan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh orang dewasa. Mayoritas kesalahan- kesalahan tersebut lebih banyak dalam susunan kata daripada dalam morfologi. Bidang yang sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa pertama adalah pengucapan. Anak-anak memproses sistem bunyi baru melalui pola-pola fonologis bahasa pertama pada tahap-tahap awal pemerolehan bahasa kedua, tetapi secara berangsur-angsur mereka bersandar pada sistem bahasa kedua dan aksen atau tekanan (logat) mereka pun menghilang.

 Oleh : Hasnariyanti Syafna 


Bahasa Indonesia adalah bahasa melayu, sebuah bahasa Austronesia yang di gunakan sebagai lingua franca di nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering di namai dengan istilah melayu pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah di mengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang di gunakan para penggunanya.
Bentuk yang lebih resmi, di sebut melayu tinggi, pada masa lalu di gunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar sumatera, Malaya, dan jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif bahasa melayu pasar.
Bahasa Indonesia
Bahasa melau Indonesia kemudian di gunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih di gunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928. Di sana, pada kongres nasional kedua di Jakarta, di canangkanlah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk Negara Indonesia pasca kemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, jawa ( yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari bahas melayu yang di tuturkan di riau.
Bahasa melayu riau di pilih sebagai bahasa persatuan Negara republic Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1. Jika bahasa jawa di gunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di republic Indonesia akan merasa irir dan di jajah oleh suku jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Indonesia
2. Bahasa jawa jauh lebih sukar di pelajari di bandingkan dengan bahasa melayu riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya jawa, ia dapat menimbulkan kesan negative yang lebih besar.
3. Bahasa melayu tiau yang di pilih, dengan pertimbangan pertama suku melayu berasal dari riau. sultan malaka yang terakhir pun lari ke riau selepas malaka di rebut oleh portugis. Kedua ia sebagai lingua franca, bahasa melayu riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya bahasa tionghoa hokkien, tio ciu, ke, ataupun dari bahasa lainnya.
4. Pengguna bahasa melayu bukan hanya terbatas di republic Indonesia. Pada tahun 1945, penggunaan bahasa melayu selain Indonesia masih di jajah inggris. Malaysia, brunei dan singapura masih di jajah inggris. Pada saat itu , dengan menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan, di harapkan Negara-negara kawasan seperti Malaysia, brunei, dan singapura bisa di tumbuhkan semangat patriotic dan nasionalisme Negara-negara jiran di asia tenggara.
Dengan memilih bahasa melayu riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan. Bahasa Indonesia yang sudah di pilih ini kemudian di standardisasi (di bakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga di ciptakan. Hal ini sudah di lakukan pada masa pendudukan jepang.

Sumber : http://syakir-berbagiilmu.blogspot.com/2012/02/sejarahasal-usul-bahasa-indonesia-dan.html

Minggu, 26 Februari 2012

seni pengembangan diri

Kemanakah Kita Mencari Kebahagiaan??
Biasanya, ketika mendengar pertanyaan semacam itu, naluri kita kita untuk menjadi orang bijak langsung muncul. Kita akan mengatakan bahwa kebahagiaan itu tidak usah dicari kemana-mana. Kebahagiaan itu ada di dalam diri.
Yang perlu kita uji selanjutnya adalah, apa benar kebahagiaan itu ada didalam diri? Sekedar untuk simulasi mental, pengarang ingin menggambarkan misalnya kita sedang tidak punya uangdan pada saat yang sama kita harus menyelesaikan kebutuhan atau tuntutan yang membutuhkan uang, apa kita bisa bahagia?
Normalnya, kita akan sulit jadi bahagia gara-gara tidak punya uang. Kalau kasus demikian kita dasar berpikir, berarti kebahagiaan itu bukan selamanya ada di dalam diri, tetapi ada pada uang atau benda yang ada di luar diri kita. Bukan begitu?
Namun, dasar berpikir seperti itu gampang digoyang oleh kenyataan. Kenapa? Kalau melihat praktek hidup lagi, tidak semua orang yang sudah punya uang yang cukup untuk hidup berdasarkan kelayakan sosial tertentu bisa dipastikan bahagia. Walau Anda punya uang dalam jumlah yang fantastis sekali pun, tapi kalau hubungan Anda dengan orang terdekat, Misalnya dengan pasangan atau anak, bermasalah, maka hampir dipastikan uang itu tak bisa bikin Anda bahagia.
Meski kekayaan dan keluarga itu sering kita banggakan sebagai sumber kebahagiaan, tetapi posisinya sangat ringkih. Begitu kita terkena masalah, baik masalah yang muncul dari konsekuensi kita miliki kekayaan atau pun masalah keluarga kebahagiaan pun sudah sulit kita rasakan.
Jadi, kemana sebetulnya kita mencari kebahgiaan?
Intinya, kebahagiaan itu mendatangi kita karena dua sebab, yaitu sebab-sebab yang kita usahakan menurut logika yang sehat dalam memahami "hukum kehidupan" dan sebab-sebab yang didatangkan oleh Tuhan kedalam diri kita. Peranan Tuhan ini ternyata tercatat di hampir semua peradaban manusia dari berbagai suku bangsa di dunia ini.
Enam kunci kebahagiaan yang dapat kami tulis adalah :
1. Sikap menerima
2. Menjaga keseimbangan hidup
3. Mengisi muatan positif ke dalam pikiran
4. Rajin menggali makna hidup
5. Memperbesar kabin jiwa kita hingga seperti lautan, dan
6. Mendinamiskan hidup


Sumber : 6 Kunci meraih kebahagiaan sejati. AN.Ubaedy

membaca dan sastra anak


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
       Pendidikan sastra dan bahasa Indonesia mempunyai peranan yang penting didalam dunia pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, kita harus mempelajari ilmu pendidikan tentang bahasa dan sastra Indonesia. Agar kita dapat belajar dan mengetahui bagaimana cara kita menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
      Terutama bagi calon pendidik, pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dirasakan memang sangat penting. Karena ketika seorang pendidik memberikan pengajaran kepada anak-anak didiknya, ia harus bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Apabila seorang pendidik mengunakan bahasa yang kurang baik, maka akan dicontoh oleh anak-anak didiknya.
      Dewasa ini, dari sekian banyak orang, yang bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar amat sedikit. Bahkan yang lebih parahnya masi ada diantara mereka yang sama sekali tidak bisa membaca (buta hurup). Oleh karena itu anak-anak harus belajar membaca dari kecil karena membaca angat penting. Dengan membacalah kita dapat berbagai macam pengetahuan. Disinilah peran seorang guru/pendidik yang harus memberantas buta hurup.


B. Tujuan
        Pendidikan di Sekolah Dasar mertujuan memberikan bekal kemampuan dasar “membaca, menulis dan menghitung”, pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanpaat bagi siswa sesuai tingkat perkembangannya. Kemudian, tujuan pembelajaran sastra adalah








MEMBACA DAN SASTRA ANAK

A. Proses Membaca
       Secara keseluruhan mata prlajaran Bahasa Indonesia di SD berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan menggunakan pikiran juga perasaan, serta membina persatuan dan kesatuan bangsa. Di SD, khususnya di kelas 1 dan 2 diutamakan pengembangan kemampuan berbahasa Indonesia sederhana melalui membaca, menulis, mengarang dan imla (dikte) dengan menggunakan bahasa Indonesia baku. Untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan dasar menggunakan bahasa, dalam kegiatan kegiatan belajar di kelas 1 dan 2 diberikan pengetahuan sederhana tentang lingkungan alam dan sosial.
 Menurut Spodek dan Saracho, membeca merupakan proses mendapatkan makna dari barang cetak. Ada dua cara yang ditempuh dalam membaca untuk memperoleh makna dari barang cetak yaitu :
 3.    Langsung, yakni menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya.
 4.    Tidak langsung, yakni mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna.
 Cara pertama digunakan oleh pembaca lanjut dan yang kedua digunakan oleh pembaca permulaan.
 Combs memilah kegiatan membaca menjadi tiga tahap yaitu:
 4.    Tahap persiapan
 Anak mulai menyadari tentang fungsi barang cetak, konsep tentang cara kerja barang cetak, konsep tentang huruf dan konsep tentang kata.
 5.    Tahap perkembangan
 Anak mulai memahami pola bahasa yang terdapat dalam barang cetak. Anak mulai belajar memasangkan satu kata dengan yang lain.
 6.    Tahap Transisi
 Anak mulai mengubah kebiasaan membaca bersuara menjadi membaca dalam hati. Anak mulai dapat melakukan kegiatan membaca dengan santai.
 Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan guru dalam pengajaran membaca yaitu:
 1. Pengembangan aspek sosial anak
 2. Pengembangan fisik
 3. Pengembangan kognitif
 B. Kaitan Membaca dan Sastra
       Sartra berpungsi menghibur dan sekaligus mendidik, sehingga paling sedikit yang diperoleh dari sastra yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan pengembangan kemampuan bahasa. Kepuasan pribadi anak-anak setelah membaca karya sastra sangat penting, artinya selain mereka diminta menguasai keterampilan membaca selanjutnya karya sastra juga berfungsi mengembangkan wawasan.
       Dalam fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang menunjukan keefektipan karya sastra dalam mengembangkan kemahiran berbahasan. Misalnya: Sorolski dkk, menemukan bahwa buku bergambar yang baik dapat merangsang peningkatan pikiran dan perasaan anak secara lisan.
 d.    Sastra anak-anak dan pengembangan kebewaraan
      Kebewaraan adalah kemampuan membaca dan menulis dalam menunaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan dunia kerja dan kehidupan diluar sekolah (Tompkins, 1991:81). Pengembangan membaca dan menulis telah diamanatkan di dalam kurikulum Pendidikan Dasar khususnya pendiikan dasar yang diselenggarakan di SD.
      Pelajaran Bahasa Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan membeca dan menulis (Kurikulum Pendidikan Tahun 1994). Pengembangan keberwacanaan dapat dilaksanakan melalui pemanpaatan ini anak-anak sebagai media pembelajaran membaca dan menulis. Pemanpaatan ini didasarkan pada asumsi bahwa sastra dapat mengembangkan bahasa, sastra dapat mengembangkan bahasa anak (Huck, 1987: Ellis, 1989)
 Istilah keberwacanaan merupakan terjemahan “Literacy” dari bahasa Inggris. Semula, literacy diartikan sebagai pengetahuan tentang cara membaca (keberaksaraan) tetapi kemudian karena tujuan yang diharapkan bukan sekedar mengenal aksara atau tulisan. Para guru memperkrnalkan komputer pada anak SD dan mengembangkan keberwacanaan komputer (computer literacy).
 Bagaimanapun, keberwacanaan adalah suatu alat atau sarana yang dipakai untuk belajar tentang dunia dan untuk berperan penuh dalam masyarakat.
 e.    Awal kebewaraan
 Keberwacanaan adalah proses yang dimulai sebelum pendidikan dasar berlanjut kemasa dewasa. Keberwacanaan dilakukan pada anak berumur 5 tahun atau pada saat memasuki taman kanak-kanak. Sebagai “persiapan” untuk pembelajaran membaca dan menulis yang akan dimulai secara formal pada tingkat pertama.
       Imflikasi dari hal ini adalah bahwa dalam perkembangan anak-anak ada saat-saat yang tepat untuk mengajari mereka membaca. Persfektif tentang cara anak menjadi anak itulah yang disebut awal keberwacanaan (emergency literacy).
 Berdasarkan keberwacanaan ditentukan oleh 4 komponen, atau 4 elemen umum yaitu:
 5.    Pesan tekstual (textual intent)
 6.    Daya tawar (negotiability)
 7.    Bahasa digunakan untuk meningkatkan bahasa (language use to tinetune language)
 8.    Pengambilan risik (risk takinag)
 f.    Fungsi sastra anak-anak dalam pengebangan keberwacanaan
        Pada bagian awal tulisan ini dikemikakan bahwa keberwacanaan mnengacu pada kemampuan membaca dan menulis. Terkait dengan dua kemampuan inilah fungsi sastra anak-anak dalam pengembangan keberwacanaan dijelaskan dengan memanfaatkan informasi (Huck, 1987: 15-16) menyimak cerita dapat memperkenalkan anak pada pola-pola bahasa dan mengembangkan kosakata serta maknanya, peran membaca juga cukup signifikan dalam pengembangan menulis.
      Smith mengetakan pengembangan komposisi dalam menulis tidak dapat dikembangkan dalam menulis saja tetapi menuntut aktifitas membaca dan kegemaran membaca. Hanya dari bahasa tulis orang lain anak-anak dapat mengamati dan memahami konvesi serta gagasan secara bersama-sama (Huck, 1987).

C. Sastra Sebagai Landasan Pengembangan Membaca
         Program pembelajaran sastra yang berlandaskan sastra menggunakan berbagai endekatan dan strategi untuk membentu keterampilan berbahasa. Pembelajaran bersifat terpadu yang sudah diterapkan dalam situasi kelas yang bagaimanapun. Jadwal membaca tiap hari dapat digabarkan dengan cara, yaitu waktu dua jam dipandang sudah sesuai karena keterampilan berkomunikasi dalam bidang membaca, menulis, menyimak dan berbicara diajarkan secara terpadu.
 Kegiatan membaca sastra dapat dilakukan dengan cara:
 a.    Kegiatan teraran
         Guru memerlukan waktu khusus untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan tertentu kepada kelompok anak atau seluruh anak di kelas. Dalam keseluruhan program pembelajaran bahasa kegiatan terarah kadang-kadang berwujud pembelajaran strategi membaca. Misalnya murid menanggapi ilustrasi cerita, membuat ilustrasi hasil karya sastra sendiri, mendemonstrasikan peristiwa dan sebagainya.
 b.    Kegiatan bebas
         Anak-anak perlu sekali diberikan kesempatan untuk memprakarsai kegiatan-kegiatan mereka sendiri dan bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk membuat keputusan, mengatasi masalah, dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar, mereka sendiri dapat mempersiapkan anak-anak menghadapi tuntutan dunia kerja dalam kehidupan yang sebenarnya.
 c.    Kegiatan murid-guru
       Diadakan diskusi antara murid dan guru untuk menolng anak-anak yang memerlukan peningkatan dalam hal keterampilan khusus atau pemahaman. Melalui diskusi-diskusi, murid dengan guru dapat mengumpulkan informasi penting mengenai minat anak, sikap terhadap kegiatan membaca dan perkembangan dalam keterampilan membaca dan keterampilan berpikir.
 Diskusi murid dan guru tersebut hendaknya mengandung hal-hal berikut:
 6.    Diskusi dapat difokuskan pada unsur-unsur bacaan, konsep atau permasalahan yang ada dalam bacaan pengarang atau jenis karya sastra.
 7.    Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuju pada hal-hal tertentu sehingga murid yang bersangkutan terlihat dalam kegiatan berpikir tingkat tinggi (menganalisis, mensintesa dan mengevaluasi).
 8.    Membaca nyaring bagian bacaannya dipilih sendiri oleh murid yaitu bagian yang dia sukai.
 9.    Diskusi difokuskan pada proses pemilihan kegiatan, rencana untuk mengatasi hambatan penyelesaian tugas.
 10.    Saran untuk kegiatan membaca selanjutnga dan petunjuk mengenai pengembangan ketermpilan.
 d.    Karakteristik sastra sebagai bahan ajar kemampuan berbahasa
       Sebagai bahasa ajar, sastra memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahan bahasa ajar yang lain, yaitu bahasa, struktur teks, isi pesan, asfek kejiwaan yang ditumbuhkembangkan dan strategi perangkapan isi teks yang diperlikan.
       Bahasa teks sastra berciri kontatif atau kiasan, dilihat dari aspek semantis yang dikandungnya, bersifat informal bila dilihat dari segi bahasanya, banyak mengandumg majas, dan menonjolkan ciri wacana narasi dan deskrifsi. Dilihat dari isi, teks sastra mengandung pesan-pesan kemanusiaan, pesan-pesan ini bersifat tidak langsung.
       Dilihat dari struktur teksnya, teks sastra mengandung karakter/tokoh, alur, peristiwa, setting, dan sudut penceritaan. Aspek kejiwaan meliputi daya nalar, kepekaan emosi, daya imajinasi, perluasan wawasan dan daya kreasi. Daya nalar ditumbuh kembangkan melalui pemahaman dan penghayatan terhadap permasalahan kemanusiaan dan lingkungan hidup. Emosi ditumbuh kembangkan melalui penghayatan karakter tokoh dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Daya imajinasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir asosiatif yakni mengasasikan peristiwa yang disuguhkan dalam teks sastra yang dibacanya dengan peristiwa sehari-hari. Daya kreasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir divergen (yang diarahkan untuk menumbuh kembangkan kebersamaan dan kemampuan anak mengemukakan pendapat), kegiatan berpikir rekreatif, dan kegiatan kreatif. Wawasan yang dimaksudkan disini adalah berkembangnya wawasan anak yang diakibatkan oleh aktifitas belajar yang telah dilakukannya.
      Pembaca sastra memerlukan strategi baca yang berbeda dengan strategi membaca teks-teks nonsastra, itu disebabkan oleh bahasa sastra bersifat konotatif/kias, yang berarti pesan disajikan oleh pengarang secara terselubung. Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra, yaitu nilai keindahan dan nilai moral akan meresap dan berkembang dalam diri anak secara alami.
       Karya sastra dapat menolong anak-anak memahami dunia mereka, membentuk sikap-sikap yang positif, dan menyadari hubungan dengan manusia. Lewat karya sastra anak-anak dapat mempelajari dan memaknai dunia mereka misalnya dengan membaca karya sastra yang melukiskan seorang anak yang sering menolong sehingga disayang oleh gurunya dan teman-temanya, anak akan mengerti bahwa mereka harus bersukap seperti itu agar banyak yang sayang.
 D. Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca
       Sebagaimana kita ketahui, bagi sebagian besar murid SD bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua. Dalam teori belajar bahasa Indonesia dikemukakan bahwa bahasa pertama (bahasa ibu) memiliki peran dalam keberhasilan belajar bahasa kedua, termasuk belajar membaca dan menulis.
      Dulay dan Krahsen mengemukakan bahwa bahasa pertama dapat berpengaruh positif juga negatif terhadap proses belajar bahasa kedua.
 -    Pengaruh positifnya adalah bahwa bahasa pertama yang dimiliki siswa dapat memperlancar proses belajar bahasa kedua.
 -    Pengaruh  negatif: Bahasa pertama yang telah dikuasai siswa dapat menghambat proses penguasaan bahasa kedua.
       Ellis menggunakan istilah transfer untuk menamai pengaruh positif dari bahasa pertama terhadap belajar bahasa kedua, dan istilah interferensi untuk menamai pengaruh negatif dari bahasa pertama terhadap belajar bahasa kedua. Belajar bahasa Indonesia pada hakekatnya adalah belajar berkomunikasi, meningkatkan kemampuan berpikir, dan memperluas wawasan, maka bahan pengajaran harus diarahkan pada kepentingan tersebut. Bahan pengajaran bersifat terpadu dan berkesinambungan dan dapat dipadukan dengan pelajaran lain. Penyajian bahan pengajaran bersifat fleksibel dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pengajaran.
        Pengajaran membaca yang baik adalah pengajaran yang didasarkan pada kebutuhan anak dan mempertimbangkan apa yang telah dikuasai anak. Rubin (1993) mengemukakan beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengajaran membaca yaitu:
 10.    Peningkatan ucapan
 11.    Kesadaran fonemik (bunyi)
 Kemampuan yang di ajarkan dalam kesadaran fonemik meliputi:
 a.    pembedaan bunyi
 b.    pembedaan huruf
 c.    konsonan awal dan akhir
 d.    vokal
 e.    huruf-huruf tertentu dan bunyinya
 f.    suku kata
 12.    Hubungan antara bunyi-huruf
 13.    Membedakan bunyi-bunyi
 Hasil pengujian klinik menunjukan hal-hal
 a.    setiap individu berkemampuan beda dalam membedakan bunyi
 b.    umumnya kemampuan membedakan bunyi dikuasai anak dengan sempurna pada usia 8 tahun
 c.    ada hubungan positif antara lambatnya penguasaan kemampuan membedakan bunyi dengan ketidak tepatan pengucapan
 d.    ada hubungan positif antara rendahnya kemampuan membedakan bunyi dengan kemampuan membaca
 e.    kemampuan membedakan bunyi tidak ditentukan oleh tingkat intelegensi
       untuk itu anak butuh perhatian khusus dalam membedakan bunyi. Latihan perlu terus menerus pada pengucapan bunyi-bunyi sejenis dan searti juga yang berbeda arti.
 14.    Kemampuan mengingat
 15.    Membedakan huruf
 16.    Orientasi dari kiri kekanan
       Dalam bahas Indonesia membaga menggunakan sistem dari kiri kekanan. Biasanya lebih cenderung pada yang kidal karena hasil penelitian Rubin (1993) yang kidal lebih cenderung memiliki orientasi dari kanan kekiri.
 17.    Keterampilan pemahaman
 18.    Penguasaan kosakata
      Pengenalan kata merupakan proses yang melibatkan kemampuan mengidentifikasi simbol tulis, mengucapkan dan menghubungkannya dengan makna. Ribin (1993: 149) mengemukakan beberapa strategi untuk memperkenalkan kata yaitu:
 a.    strategi pengucapan
 Strategi untuk mengenali cara pengucapan suatu kata yaitu:
 7.    analisis dan sintesis fonik
 8.    keseluruhan kata atau metode menatap dan mengucapkan
 9.    meminta seseorang untuk mengucapkan kata untuk anda
 10.    unsur konteks (kata-kata yang melingkupi kata), unsurnya berupa definisi, contoh, perbandingan/konteks penjelasan yang dapat menggambarkan makna kata
 11.    SAS (Structural Analisis and Synthesis) caranya membelah kata kedalam unit pengucapan
 12.    melihat pengucapan dari kamus
 b.    strategi pengenalan makna kata
 Untuk mengajarkan makna kata dapat digunakan beberapa strategi yaitu:
 5.    konteks, memanfaatkan konteks untuk memahami kata
 6.    SAS untuk makna
 7.    bertanya kepada orang lain tentang suatu makna kata
 8.    memanfaatkan kamus
 Berikut ini contoh kegiatan pembelajaran membaca :
 d.    Kegiatan membedakan bunyi-bunyi
 -    perdengarkan percakapan kepada anak
 -    setelah diperdengarkan murid mempelajari huruf dan bunyi, kegiatannya berupa:
 • sajikan kepada murid 3 kata yang diawali konsonan yang sama dan satu kata diawali konsonan berbeda
 • sajikan kata-kata yang diawali dengan konsonan yang sama atau berbeda
 Kegiatan membedakan bunyi juga dapat dilakukan dengan menggunakan model permainan, contoh:
 3.    Membedakan bunyi dalam kalimat
 Ucapkan sebuah kalimat dan ulangi bunyi awal dari setiap kata yang ada dalam kalimat, tugaskan anak untuk menambahkan kata yang memiliki bunyi awal yang sama. Contoh:     Adik suka permen
 Pintu itu ditutup
 4.    Saya melihat……
 Ucapkan kalimat yang diawali kata saya melihat diikuti bunyi yang akan diajarkan!     Saya melihat d……….
 Nita makan n……….
 e.    Kegiatan membedakan huruf
 Untuk kepentingan ini digunakan kartu-kartu huruf atau permainan huruf.
 f.    Konsentrasi dan mengikuti perintah.
 Problem umum yang dihadapi anak dalam membaca
 Berikut ini dikemukakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak dalam membaca:
v  Tabel Kategori

v  No.    Kategori    Wujud
 1    Pramembaca    1) kurang mengenali huruf
 2    Membaca
 Bersuara     2) membaca kata demi kata
 3) pemparafrasean yang salah
 4) miskin pelapalan(kesalahan pengucapan)
 5) penghilangan
 6) pengulangan
 7) pembalikan
 penyisipan
 9) penggantian
 10) menggunakan gerak bibir, jari telunjuk, menggelengkan kepala
 3    Pecahan
 Kode (Decoding)    11) kesulitan kesamaan
 12) kesulitan vokal
 13) kesulitan kluster, diftong, digraf
 14) kesulitsn menganalisis struktur kata
 15) tidak mengenali makna kata dalam kalimat

E. Pemanfaatan Bahan Ajar Sastra Bagi Penumbuhkembangan Kemampuan Berbahasa
         Pengajaran bahasa Indonesia dimaksudkan untuk menyiapkan agar anak mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Pengajaran yang demikian pada hakekatnya adalah pengajaran yang dimaksudkan untuk membentuk kompetensi komunikasi. Kompetensi ini memiliki empat unsur pokok yaitu pengetahuan dan penguasaan kaidah tatabahasa baik fonologi, morfologi, sintaksis maupun sematik. Pengajaran apresiasi sastra dengan bahan bahan ajar                            sastranya, berfungsi sebagai wahana penbentukan kompetensi komunikasi khusus kepada anak.                          Kompetensi yang dimaksud disini adalah kompetensi komunikasi sastra dan kompetensi komunikasi bahasa yang lain yang berarah emotif-imajinatif.
       Pengajaran bahasa dengan bahan ajar sastra mengajak anak untuk memahami karakteristik bahasa sastra sebagai salah satu ragam bahasa Indonesia, dan karakteristik komunikasi sastra sebagai salah satu bentuk komunikasi tulis bahasa Indonesia. Karakteristik komunikasi astra antara lain:
 1. komunikasi ini bersifat tidak langsung
 2. kehadiran penulis tidak dapat menggantikan kedudukan teks sastra yang ditulisnya
 3. konteks komunikasi sastra berdimensi ganda
 4. ada jarak antara realitas dalam teks dalam realitas kehidupan nyata dan antara teks sastra dengan penulisnya.
 Pengajaran sastra dewasa ini dibagi dua golongan besar yaitu:
 a. pengajaran tentang sastra, pengajaran tentang sastra berisi teori-teori sastra.
 b. pengajaran sastra beranggapan bahwa untuk mengapresiasi karya sastra siswa harus langsung dikenalkan dan diakrabkan dengan karya sastra.
        Kegiatan mengenal meliputi melihat, mendengar, menyimak, dan membaca. Kegiatan memahami meliputi kegiatan menafsirkan, mengartikan, memproposikan, mencari hubungan, menemukan pola, menarik kesimpulan dan menggeneralisasi.
 Kedudukan pengajaran sastra dalam kurikulum 1994, dalam kurikulum 1994, tujuan dibagi atas:
 1). Tujuan umum pengajaran, yakni tujuan yang harus dicapai oleh pengajaran bahasa dan sastra Indonesia.
 2). Tujuan khusus pemahaman, yakni tujuan agarsiswa menguasai dan mengembangkan kemampuan-kemampuan reseptif.
 3). Tujuan khusus penggunaan, yakni tujuan agar siswa menguasai dan mengembangkan kemampuan-kemampuan produktif.
      Kemampuan apresiasi sastra tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan apresiasi itu sendiri, memahami dan dapat mengapresiasi karya sastra Indonesia serta dapat mengkomunukasikan secara lisan dan tulisan. Tetapi juga pengajaran lewat sastra, pengajaran sastra yang digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan mengembangkan kepribadian.
 F. Pengembangan Pembelajaran Membaca Berdasarkan Karya Sastra
 Menurut teori Schema, sering membaca buku dengan jumlah banyak memungkinkan anak mengembangkan pengetahuan, selanjutnya memudahkan mereka juga dapat bervariasi bacaannya. Mereka akan memiliki apresiasi terhadap karya sastra dan kemumgkinannya mereka menjadi pembaca sepanjang hidupnya (North, 1989: 426)
 Model Pegembangan Keberwacanaan Melalui Sastra
 ·    Model perencanaan pengembangan
      Komponen-komponen pembelajaran yang perlu direncanakan meliputi tujuan pembelajaran, bentuk dan sifat pembelajaran, bahan pembelajaran serta prosedur pembelajaran (Norton & Norton, 1994:7).
     Untuk merumuskan tujuan pembelajaran dapat menemukannya dari tujuan umum pengajaran. Bentuk prmbelajaran dibedakan atas pembelajaran klasikal kelompok dan individu. Agar epektif dibutuhkan kerjasama antara murid dan guru meliputi kelompok kecil dan individu. Aktivitas ini dibedakan menjadi aktivitas jangka pendek, jangka lama, dan aktivitas pojok belajar.
 Bahan pembelajaran meliputi nama-nama buku, referensi, gambar-gambar pendukung media.
 ·    Strategi pengembangan
     Beberapa strategi pengembangan dengan teknik utama latihan yang didasarkan pada uraian Johnson (1987) dalam Literacy Through Literature, untuk mendukung agar penerapan strategi bisa dilakukan diperlukan buku-buku sederhana dan menarik agar anak mudah juga tertantang membacanya.
     Dalam memilih dan mengembangkan latihan, peran guru adalah menjamin tersedianya bahan, yaitu menyajikan cerita secara lisan dan melalui latihan membimbing dan memberikan bimbingan individu pada siswa yang nerusaha menerapkan latihan pada buku latihannya.

 Jenis strategi diantaranya yaitu:
 Teknik Cloze
 Ringkasan Model Burgs (RBM)
     RBM dikembangkan dari prosedur klos yang sudah lajim melalui dua cara; pertama siswa belajar melalui ringkasan bukan dengan teks asli, kedua kata-kata terpilih digantikan kata kosong awal kata, RBM juga disajikan sebagai permainan. Agar aplikasi ini tetap mengembangkan keterampilan anak perlu prosedur klos yang terbimbing sebagaimana contoh berikut:

Pada suatu hari para p………….. berdatangan menembaki b…………….. dan satwa lainya. Kehidupan yang semula tentram dan tenang akhirnya berubah menjadi kacau karena kedatangan pemburu. Keluarga c…………… yang semula bersatu, akhirnya terpaksa berpisah akibat pemburu yang serakah. S……………. yang masih tertinggal merasa terancam.
 Cendrawasih dan burung yang lainnya selalu memohon kepada Tuhan agar melindungi keseimbangan alam.

Tangga cerita (story ladders)
 Tangga cerita dibciptakan dengan membuat ringkasan cerita yang bagian akhir kalimatnya dihapus. Contoh berikut didasarkan pada cerita malin kundang:

3.    Dalam cerita ini malin kundang adalah………………………………………………………….
 4.    Dia merantau ke…………………………………………………
 3. Akhirnya dia pulang dan tida mengakui ibunya terus ibunya…………………………………………………………..
 Anak ditugaskan mengkreasikan sendiri lanjutannya tapi bukan kalimat aslinya. Anak akan senang memprediksi cerita sebelum membaca dan merevisinya setelah membaca.
 1. Dalam cerita ini malin kundang adalah…..…..
 a. …………………………………………(prediksi sebelum membaca)
 b. …………………………………………(prediksi sesudah membaca).

     Sejak kurikulum SD 1975, kurikulum SD 1984, maupun kurikulum SD 1994 seperti sekarang. Pelajaran sastra Indonesia selalu dimasukan kedalam pengajaran bahasa Indonesia, khususnya di SD. Fungsi pelajaran bahasa Indonesia adalah:
 a.    sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa
 b.    sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan bahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya
 c.    sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan bahasa Indoneia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetehuan teknologi dan eni.
 Tujuam megenai sastra yaitu:
 -    Siswa mampu mengenal dan mampu membedakan bentuk-bentuk puisi, prosa dan drama.
 -    Siswa mampu membedakan ragam bahasa sastra dan ragam bahasa lainnya.
 Yang diperlukan dalam pembelajar sastra dan bahasa:
 f.    Isi materi pelajaran
 -    materi pelajaran harus relevan terhadap tujuan intruksional yang jarus dipakai
 -    materi pelakaran haru sesuai taraf kesulitannya dengan kemampuan siswa
 -    materi pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa
 -    materi pelajaran harus membantu untuk melihat diri secara aktif, baik dengan berpikir atau dengan mengadakan kegiatan
 -    msteri pelajaran harus sesuai dngan prosedur didaktik yang diikuti
 -    materi pelajaran harus sesuai dengan media pengajaran yang tersedia
 Dengan demikian apabila peran guru dan penilaian isi materi pelajaran itu menyediakan bacaan yang bermutu, memberi kebenasan kepada anak untuk memilih bacaan yang disukainya.

g.    Guru
     Guru memiliki peran yang sangat penting dalam keseluruhan proses pengajaran satra di kelas, guru dituntut mempu melaksanakan tugasnya secara propesional. Guru harus memiliki 10 kopetensi yaitu:
 1)    Kemampuan menguasai bahan materi bidang study.
 2)    Kemampuan mengelola program belajar mengajar.
 3)    Kemampuan mengelola kelas.
 4)    Kemampuan menggunakan media dan sumber.
 5)    Penguasaan landasan-landasan pendidikan.
 6)    Kemampuan mengelola interaksi belajar megajar.
 7)    Kemampuan menilai kemampuan siswa.
 8)    Pengenalan fungsi dan program layanan dan bimbingan dan konseling di sekolah.
 9)    Pengenalan dan penyelenggaraan admisistrasi sekolah.
·Pemahaman prinsip-prinsip dan penafsiran hasil-hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
 h.    Siswa
      Siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam pembelajaran sastra. Dalam pengajaran siswa di SD, problem yang berkaitan dengan siswa yang dapat di identifikasi antara lain motivasi minat belajar sastra, serta lingkungan belajar siswa. Timbulnya motivasi dan minat siswa belajar yang rendah tidak terlepas dari faktor lingkungan siswa, karena lingkungan merupakan sarana yang sangat mempengaruhi dalam belajar sastra. Tujuan utama pengajaran sastra hendaknya memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh pengalaman bersastra baik secara reseptif maupun secara produktif. Siswa juga diberi pengetahuan tentang lukisan, lagu, melukis, selanjutnya bersastra.
 i.    Bentuk kegiatan belajar mengajar
      Kean & Personke (1976:341) mengarahkan bahwa sebaiknya disekolah dasar, sastra jangan dipandang sebagai suatu subjek yang harus di ajak terapi sebagai suatu wahana untuk mendapatkan pengalaman, yang menyenangkan, menyedihkan, lucu, menakutkan dan lainnya. Dalam kegiatan belajar ada 2 pendekatan; pertama bertitik tolak pada pandangan bahwa sastra mempunyai kedudukan yang sama dengan bidang study yang lainnya; kedua bertitik tolak pada pandangan bahwa sastra sebagai suatu yang kehadirannya untuk dinikmati dan memberikan kesenangan. Karena kedua pendekatan itu bertentangan untuk itu yang lebih sesuai adalah menggabungkan kedua pendekatan tersebut karena muara terakhir pengajaran sastra adalah terbunanya apresiasi & kegemaran terhadap sastra yang disadari oleh pengetahuan sastra dan keterampilan bersastra.

j.    Sarana dan prasarana
 Sarana dan prasarana merupakan komponen pengajaran yang tak kalah penting. Perpustakaan dan kelengkapan koleksi buku-buku sastra sangat menunjang kelancaran pengajaran sastra. Demikian pula media dan alat-alat pengajaran yang lengkap sangat menentukan keberhasilan pembelajaran sastra. Problem yang dapat di identifikasi  adalah sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah-sekolah SD.

















PENUTUP
 A.    Kesimpulan
 Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia mempunyai arti yang cukup penting. Poin yamg lebih penting ladi di dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terutama adalah membaca. Karena ketika kita duduk dibangku SD, hal pertama yang harus kita pelajari adalah membaca, kemudian kita akan dapat menulis juga menghitung serta merangkai berbagai macam kalimat. Jika begitu kita akan dapat membacakan karya-karya sastra. Sastra juga sarana yng diberikan untuk mengembangkan kreatifitas anak di dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
 B.    Saran
 Sebagai seorang calon pendidik ada beberapa hal yang sapat kita lakukan diantaranya:
 4.    Pendidik harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika memberikan pengajaran kepada anak didiknya.
 5.    Pendidik harus memastikan bahwa anak-anak didiknya senang, suka, juga nyaman diajar oleh kita, agar mereka dapat menerima materi dengan baik dan tidak merasa terpaksa.
·Belajarlah terus agar menjadi guru yang profesional.