Senin, 27 Februari 2012

PERANAN PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA


A. Konsep Pemerolehan Bahasa
Sejak tahun 1979 dunia pendidikan di Indonesia berkenalan dengan pembedaan antara hasil instruksional berupa kompetensi pebelajar atas pengetahuan dan keterampilan dalam ranah intelektual, emosional, dan fisik (psikomotor), dan hasil pengiring (nurturent effect), serta nilai (value). Pelajaran yang dapat dipetik dari konsep ini ialah ada sesuatu yang diperoleh siswa dari apa yang diajarkan guru atau dipelajari siswanya.
Hal tersebut sejajar dengan munculnya pembedaan antara konsep pembelajaran (learning) dan pemerolehan (acquisition) bahasa. Istilah "pemerolehan" terpaut dengan kajian psikolinguistik ketika kita berbicara mengenai anak-anak dengan bahasa ibunya. Dengan beberapa pertimbangan, istilah pertama dipakai untuk belajar B2 dan istilah kedua dipakai untuk bahasa ibu (B1). Faktanya, belajar selalu dikaitkan dengan guru, kurikulum, alokasi waktu, dan sebagainya, sedangkan dalam pemerolehan B1 semua itu tidak ada. Ada fakta lain bahwa dalam memperoleh B1, anak mulai dari nol; dalam belajar B2, pebelajar sudah memiliki bahasa.
Dengan "mesin" pemerolehan bahasa yang dibawa sejak lahir anak mengolah data bahasa lalu memproduksi ujaran-ujaran. Dengan watak aktif, kreatif, dan inofatif, anak- anak akhirnya mampu menguasai gramatika bahasa dan memproduksi tutur menuju bahasa yang diidealkan oleh penutur dewasa. Anak memiliki motivasi untuk segera masuk ke dalam lingkungan sosial, entah kelompok sebaya (peer group) atau guyup (community).
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999; Musfiroh, 2002)
bahasa,
aktivitas dibawah
perintah guru
4. Koreksi kesalahan sangat penting
untuk
mencapai
tingkah
penguasaan
5. Belajar merupakan proses sadar untuk
menghafal kaidah, bentuk, dan
struktur
6. Penekanan pada kemampuan produksi
mungkin dihasilkan dari ketertarikan
pada tahap awal.
4. Kesalahan merupakan hal yang
wajar
5. Pemerolehan merupakan proses
bawah
sadar dan terjadi melalui pemajanan dan masukan yang dapat dipahami anak
6. Penekanan
pada
tumbuhnya
kecakapan
bahasa secara
alamiah
Perbandingan Pembelajaran Bahasa dengan Pemerolehan Bahasa
Sofa (2008) juga mengemukakan bahwa proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1) (anak) terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya.
Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik ditambahkan, bahwa pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1).
Agar seorang anak dapat dianggap telah menguasai B1 ada beberapa unsur yang penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak itu. Perkembangan nosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang, modalitas, sebab akibat, dan deiktis merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak.
Selain aspek kognitif anak, pemerolehan bahasa pertama juga memiliki hubungan yang erat dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasa memudahkan anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar-
benar dapat diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lain dalam masyarakat.
Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa melalui bahasa khusus bahasa pertama (B1), seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian, dalam bentuk-bentuk bahasa yang dianggap ada. Ia belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara gamblang.
B. Strategi dan Tahap Pemerolehan Bahasa Pertama
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan.Kompetens i adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa.
Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.
Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).
Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi si anak dalam memperoleh bahasa pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalam memperoleh bahasa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:243- 244) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini.
Sofa (2008) mengemukakan bahwa terdapat empat strategi pemerolehan bahasa
pertama anak. Berikut ini diuraikan keempat strategi tersebut:
1. Tirulah apa yang dikatakan orang lain. Tiruan akan digunakan anak terus, meskipun ia sudah dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada berbagai ragam peniruan atau imitasi, yaitu imitasi spontan atau spontaneous imitation, imitasi pemerolehan atau elicited imitation, imitasi segera atau immediate imitation, imitasi terlambat delayed imitation dan imitasi dengan perluasan atauim itation
with expansion, red
2. Strategi produktivitas. Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa yang berpegang pada pedoman buatlah sebanyak mungkin dengan bekal yang telah Anda miliki atau Anda peroleh. Produktivitas adalah ciri utama bahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat “bercerita atau mengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat mengandung
berbagai makna bergantung pada situasi dan intonasi.
3. Berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan responsi. Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujaran dan lihatlah bagaimana orang lain memberi responsi. Stategi produktif bersifat “sosial” dalam pengertian bahwa strategi tersebut dapat meningkatkan interaksi dengan orang lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu dapat memberikan umpan balik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri terhadap makna dan juga memberinya sampel yang lebih banyak, yaitu sampel bahasa untuk digarap atau dikerjakan.
4. Prinsip operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa “prinsip operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa. Selain perintah terhadap diri sendiri oleh anak, prinsip operasi ini juga menyarankan larangan yang dinyatakan dalamavoidance terms; misalnya: hindari kekecualian, hindari pengaturan kembali.ucedim itation.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dikatakan bahwa pemerolehan bahasa bukan hanya diperoleh secara otomatis, tetapi juga melajui beberapa strategi pemerolehan bahasa pertama anak. Selain itu, proses pemerolehan bahasa pertama juga bisa diketahui dengan melihat tahapan-tahapan dalam pemerolehan bahasa pertama. Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Safriandi (2008) berikut ini, bahwa B1 diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa tahap-tahap pemerolehan bahasa pada aspek tahapanlinguis tik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan(babbling); (2) tahap satu kata(holofr as tis ); (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).
C. Strategi dan Faktor Pemerolehan Bahasa Kedua
1. Strategi Pemerolehan Bahasa Kedua
. Pembelajaran bahasa kedua adalah proses memahaminya seorang atau lebih individu terhadap suatu bahasa setelah bahasa yang terdahului dikuasai sampai batas tertentu. Dengan demikian, belajar bahasa kedua berarti belajar menguasai bahasa yang kedua dipajankan kepada mereka. Umumnya hasil belajar bahasa kedua tidak sebagus hasil belajar bahasa pertama. Meskipun demikian, pada anak-anak, menurut Paivio dan Begg (1981). proses belajar itu terjadi dengan sangat cepat dan lancar, terutama karena otak mereka masih sangat peka menerima rangsang bahasa.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Menurut Sofa (2008) bahwa orang dewasa mempunyai dua cara yang berbeda mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua.
a. Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
b. Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan
belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Namun, pada dasarnya Orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat pada orang dewasa.
Selain pembedaan pemerolehan dan pembelajaran yang dikemukakan di atas, Sofa (2008) juga memberikan batasan pembedaan pada pemerolehan dan pembelajaran dalam lima hal sebagai berikut.
a. Pemerolehan: memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seorang anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal,
b. secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
c. bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaran
mengetahui bahasa kedua,
d. mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapat
pengetahuan secara eksplisit,
e. pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaran
menolong sekali.
Terdapat dua cara pemerolehan bahasa kedua, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.Per tam a, pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.Kedua, pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
Keberhasilan belajar bahasa kedua, menurut Steinberg (2001:238), dipengaruhi oleh strategi yang digunakan pembelajar, yakni (1) verifikasi, adalah mengecek apakah hipotesis mereka tentang bahasa tersbut benar, (2) pemrosesan induktif, yakni menyusun hipotesis tentang bahasa kedua dengan dasar pengetahuan mereka pada bahasa pertama, (3) alasan deduktif, yakni menggunakan logika umum dalam memecahkan masalah, (4) praktik, yakni kegiatan mengulang, berlatih, dan menirukan, (5) memorasi atau mengingat, yakni strategi mnemonic dan pengulangan untuk tujuan menguatkan penyimpanan dan pengambilan (storage and retrieval), (6) monitoring, yakni berani membuat kesalahan dan memberi perhatian pada bagaimana pesan diterima oleh petutur.
Sofa (2008) mengemukakan lima strategi pemerolehan bahasa seperti berikut ini.
a. Gunakanlah pemahaman nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk penetapan atau pemikiran bahasa, Strategi pertama ini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata (PUR) sebesar 1,75, dan Loncatan Atas (LA) sebesar 5. Penggunaan pemahaman nonlinguistik untuk memperhitungkan serta menetapkan hubungan-hubungan makna-ekspresi bahasa merupakan suatu strategi yang amat persuasif atau dapat
merembes pada diri anak-anak.
b. gunakan apa saja atau segala sesuatu yang penting, yang menonjol dan menarik hati Anda. Ada dua ciri yang kerap kali penting dan menonjol bagi anak-anak kecil dan berharga bagi sejumlah kata-kata pertama mereka yaitu objek-objek yang dapat membuat anak-anak aktif dan giat (misalnya kunci, palu, kaos kaki, topi) dan objek-objek yang bergerak dan berubah (seperti mobil, jam). Sifat-sifat atas ciri-ciri perseptual dapat bertindak sebagai butir-butir atau titik-titik vokal bagi anak-anak (misalnya bayangan, ukuran, bunyi, rasa, bentuk).
c. anggaplah bahwa bahasa dipakai secara referensial atau ekspresif dan dengan demikian menggunakan data bahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki 50 kata pertama mencakup suatu proporsi nomina umum yang tinggi dan yang seakan-akan melihat fungsi utama bahasa sebagai penamaan objek-objek. Anak kelompok ekspresif memiliki 50 kata pertama secara proporsional mencakup lebih banyak kata yang dipakai dalam ekspresi-ekspresi sosial (seperti terima kasih, jangan begitu) dan lebih sedikit nama-nama objek yang melihat bahasa (terutama sekali) sebagai pelayanan fungsi-fungsi sosial efektif. Kedua kelompok anak itu menyimak bahasa sekitar mereka secara berbeda. Kelompok yang satu memperlakukan bahasa yang dipakai untuk mengacu, sedangkan kelompok yang satu lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul, bersosialisasi.
d. amatilah bagaimana caranya orang lain mengekspresikan berbagai makna. Strategi ini baik diterapkan pada anak yang berbicara sedikit dan seakan-akan mengamati lebih banyak, bertindak selektif, menyimak, mengamati untuk melihat bagaimana makna dan ekspresi verbal saling berhubungan.
e. ajukanlah pertanyaan-pertanyaan untuk memancing atau memperoleh data yang Anda inginkan, anak berusia sekitar dua tahun akan sibuk membangun dan memperkaya kosakata mereka. Banyak di antara mereka mempergunakan siasat bertanya atau strategi pertanyaan. Suatu pola yang menarik terjadi pada penggunaan pertanyaan mengapa pada usia sekitar 3 tahun.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Bahasa Kedua
Keberhasilan pembelajaran bahasa kedua dipengaruhi oleh enam faktor. Pertama, faktor motivasi. Belajar bahasa yang dilandasi oleh motivasi yang kuat, akan memperoleh hasil yang lebih baik. Motivasi, dalam perspektif ini meliputi dorongan, hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan yang menggerakkan seseorang untuk belajar bahasa. Motivasi berasal dalam diri individu, yang dapat digolongkan sebagai motivasi integratif dan motivasi instrumen. Motivasi integratif berkaitan dengan keinginan untuk menjalin komunikasi dengan penutur, sedangkan motivasi instrumen mengacu pada keinginan untuk memperoleh prestasi atau pekerjaan tertentu.
Kedua, adalah faktor lingkungan, meliputi lingkungan formal dan informal. Lingkungan formal adalah lingkungan sekolah yang dirancang sedemikian rupa, artifisial, bagian dari pengajaran, dan diarahkan untuk melakukan aktivitas yang berorientasi kaidah (Krashen, 2002). Lingkungan informal adalah lingkungan alami dan natural yang memungkinkan anak berinteraksi dengan bahasa tersebut. Menurut Dulay (1982), lingkungan informal, terutama teman sebaya, memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam proses pemerolehan bahasa. Selain itu, lingkungan yang diperkaya pun sangat membantu anak menguasai bahasa. Tersedianya materi-materi cetak, buku-buku bergambar, dan media-media yang setiap saat dapat dilihat anak merupakan bagian dari lingkungan yang diperkaya.
Ketiga, adalah usia. Anak-anak, menurut Lambert (1972) memiliki peluang untuk mahir belajar bahasa. Mereka masih berada pada masa umur kritis berbahasa (Allan & Paivio, 1981). Dalam hal pelafalan, anak-anak memiliki peluang untuk berbicara secara fasih, meskipun aturan berbahasa harus mereka bangun secara natural (Brewer, 1995)
Keempat, adalah kualitas pajanan. Materi pembelajaran yang dipajankan secara natural memberikan makna bagi anak dalam kehidupan sehari-hari. Di lain pihak, pajanan yang disajikan secara formal membuat anak menguasai kaidah secara relatif cepat, meskipun mungkin mereka tidak dapat mengeskpresikan penguasaannya dalam komunikasi yang natural (Ellis, 1986).
Kelima, adalah bahasa pertama. Jika bahasa pertama memiliki kedekatan kekerabatan dengan bahasa kedua, pembelajar mempunyai kemudahan mengembangkan kompetensinya. Meskipun demikian, kemungkinan percampuran kode lebih mudah terjadi, sebagaimana banyak ditemukan percampuran kode dalam tuturan anak-anak Taman Kanak-kanak di DIY (Musfiroh, 2003).
Keenam, adalah faktor intelligensi. Walaupun belum terbukti secara akurat dan bertentangan dengan teori multiple intelligences, diduga tingkat kecerdasan anak mempengaruhi kecepatan pemerolehan bahasa keduanya. Menurut Lambert, anak-anak bilingual memiliki performansi yang secara signifikan lebih baik daripada anak-anak monolingual, baik pada tes inteligensi verbal maupun nonverbal (Lambert, 1981:154).
D. Peranan Bahasa Pertama dalam Proses Pemerolehan Bahasa Kedua
Telah dipaparkan sebelumnya mengenai beberapa konsep dasar serta strategi dalam pemerolehan bahasa pertama (B1) dan pembelajaran bahasa kedua (B2). Ada tiga macam pengaruh proses belajar bahasa kedua, yaitu pengaruh pada urutan kata dan karena proses penerjemahan, pengaruh pada morfem terikat, dan pengaruh bahasa pertama walaupun pengaruh isi sangat lemah (kecil).
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan dalam Sofa (2008) bahwa bahasa pertama mempunyai pengaruh positif yang sangat besar terhadap bahasa kedua sebesar 4 – 12 % dari kesalahan-kesalahan dalam tata bahasa yang dibuat oleh anak-anak berasal dari bahasa pertama, sebesar 8 – 23 % merupakan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh orang dewasa. Mayoritas kesalahan- kesalahan tersebut lebih banyak dalam susunan kata daripada dalam morfologi. Bidang yang sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa pertama adalah pengucapan. Anak-anak memproses sistem bunyi baru melalui pola-pola fonologis bahasa pertama pada tahap-tahap awal pemerolehan bahasa kedua, tetapi secara berangsur-angsur mereka bersandar pada sistem bahasa kedua dan aksen atau tekanan (logat) mereka pun menghilang.

 Oleh : Hasnariyanti Syafna 


1 komentar: