A. Konsep
Pemerolehan Bahasa
Sejak tahun 1979 dunia pendidikan di
Indonesia berkenalan dengan pembedaan antara hasil instruksional berupa
kompetensi pebelajar atas pengetahuan dan keterampilan
dalam ranah intelektual, emosional, dan fisik (psikomotor), dan hasil pengiring (nurturent effect), serta nilai (value).
Pelajaran yang dapat dipetik dari konsep ini ialah ada
sesuatu yang diperoleh siswa dari apa yang diajarkan guru atau dipelajari
siswanya.
Hal tersebut sejajar dengan munculnya
pembedaan antara konsep pembelajaran (learning) dan pemerolehan (acquisition) bahasa. Istilah "pemerolehan" terpaut dengan kajian psikolinguistik ketika kita berbicara mengenai anak-anak dengan
bahasa ibunya. Dengan beberapa pertimbangan, istilah
pertama dipakai untuk belajar B2 dan istilah kedua
dipakai untuk bahasa ibu (B1). Faktanya, belajar selalu dikaitkan dengan guru,
kurikulum, alokasi waktu, dan sebagainya, sedangkan dalam pemerolehan
B1 semua itu tidak ada. Ada fakta lain bahwa dalam
memperoleh B1, anak mulai dari nol; dalam belajar B2,
pebelajar sudah memiliki bahasa.
Dengan "mesin" pemerolehan bahasa
yang dibawa sejak lahir anak mengolah data bahasa lalu memproduksi ujaran-ujaran.
Dengan watak aktif, kreatif, dan inofatif, anak- anak
akhirnya mampu menguasai gramatika bahasa dan memproduksi tutur menuju bahasa yang diidealkan oleh penutur dewasa. Anak memiliki motivasi
untuk segera masuk ke dalam lingkungan sosial, entah
kelompok sebaya (peer group) atau
guyup (community).
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa
adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia
memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan
bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang
kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia
memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa
berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini perlu
ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik
yang berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999; Musfiroh,
2002)
bahasa,
aktivitas dibawah
perintah guru
4. Koreksi
kesalahan sangat penting
untuk
mencapai
tingkah
penguasaan
5. Belajar
merupakan proses sadar untuk
menghafal kaidah,
bentuk, dan
struktur
6. Penekanan pada kemampuan produksi
mungkin dihasilkan dari ketertarikan
pada tahap awal.
4. Kesalahan merupakan hal yang
wajar
5. Pemerolehan merupakan proses
bawah
sadar dan terjadi melalui pemajanan
dan masukan yang dapat dipahami anak
6. Penekanan
pada
tumbuhnya
kecakapan
bahasa secara
alamiah
Perbandingan Pembelajaran Bahasa dengan Pemerolehan Bahasa
Sofa (2008) juga
mengemukakan bahwa proses anak mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1) (anak) terjadi bila anak yang sejak
semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa.
Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah
pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya.
Pemerolehan bahasa
anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki
suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Ada dua pengertian
mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai
permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi
motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya
dengan permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik,
sosial, dan kognitif pralinguistik ditambahkan, bahwa
pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan
ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur
rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa
anak telah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif’ yang
mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah,
seperti kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan
sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada
dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1).
Agar seorang anak dapat dianggap telah
menguasai B1 ada beberapa unsur yang penting yang berkaitan dengan
perkembangan jiwa dan kognitif anak itu. Perkembangan nosi-nosi
(notion) atau pemahaman seperti
waktu, ruang, modalitas, sebab akibat, dan deiktis
merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak.
Selain aspek kognitif anak, pemerolehan
bahasa pertama juga memiliki hubungan yang erat dengan perkembangan sosial
anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan
pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu
perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat.
Bahasa memudahkan anak mengekspresikan gagasan,
kemauannya dengan cara yang benar-
benar dapat diterima secara sosial. Bahasa merupakan
media yang dapat digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan
nilai-nilai lain dalam masyarakat.
Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa
melalui bahasa khusus bahasa pertama (B1), seorang anak belajar untuk
menjadi anggota masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana
untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian, dalam bentuk-bentuk
bahasa yang dianggap ada. Ia belajar pula bahwa ada
bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota
masyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara gamblang.
B. Strategi dan
Tahap Pemerolehan Bahasa Pertama
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky
menyebutkan bahwa ada dua
proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa
pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan
proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan.Kompetens i adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini
dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak
lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak
memiliki performansi dalam berbahasa.
Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.
Performansi terdiri dari dua
proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat.
Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi
kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).
Hal yang patut
dipertanyakan adalah bagaimana strategi si anak dalam memperoleh bahasa
pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalam memperoleh bahasa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo,
(2005:243- 244) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan
ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga
memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi
manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik
yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal
kodrati pada saat dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat
konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui
kodrat-kodrat yang universal ini.
Sofa (2008) mengemukakan bahwa terdapat empat strategi pemerolehan bahasa
pertama anak. Berikut ini diuraikan keempat strategi tersebut:
1. Tirulah
apa yang dikatakan orang lain. Tiruan akan digunakan anak terus, meskipun
ia sudah dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada berbagai ragam peniruan atau imitasi, yaitu imitasi spontan atau spontaneous imitation, imitasi pemerolehan atau elicited imitation, imitasi segera atau immediate imitation, imitasi
terlambat delayed imitation dan
imitasi dengan perluasan atauim itation
with expansion, red
2. Strategi produktivitas. Produktivitas berarti
keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa yang berpegang pada
pedoman buatlah sebanyak mungkin dengan bekal yang telah
Anda miliki atau Anda peroleh. Produktivitas adalah ciri
utama bahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat “bercerita atau mengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat
mengandung
berbagai makna bergantung pada situasi dan intonasi.
3. Berkaitan
dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan responsi. Dengan
strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah ujaran dan lihatlah bagaimana orang lain memberi responsi. Stategi produktif
bersifat “sosial” dalam pengertian bahwa strategi
tersebut dapat meningkatkan interaksi dengan orang lain
dan sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu dapat memberikan umpan balik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri
terhadap makna dan juga memberinya sampel yang lebih
banyak, yaitu sampel bahasa untuk digarap atau
dikerjakan.
4. Prinsip
operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman: gunakan beberapa
“prinsip operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan bahasa. Selain perintah terhadap diri sendiri oleh anak, prinsip operasi ini
juga menyarankan larangan yang dinyatakan dalamavoidance terms; misalnya: hindari kekecualian, hindari pengaturan kembali.ucedim itation.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah
dikatakan bahwa pemerolehan bahasa bukan hanya diperoleh secara
otomatis, tetapi juga melajui beberapa strategi pemerolehan bahasa pertama anak. Selain itu, proses pemerolehan bahasa pertama
juga bisa diketahui dengan melihat tahapan-tahapan dalam
pemerolehan bahasa pertama. Perlu untuk diketahui adalah
seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya.
Seperti yang dikemukakan oleh
Safriandi (2008) berikut ini, bahwa B1 diperolehnya
dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini
sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai
bahasa di dunia. Lebih lanjut dikatakan bahwa tahap-tahap
pemerolehan bahasa pada aspek tahapanlinguis tik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1)
tahap pengocehan(babbling); (2)
tahap satu kata(holofr as tis );
(3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).
C. Strategi dan Faktor Pemerolehan Bahasa Kedua
1. Strategi
Pemerolehan Bahasa Kedua
. Pembelajaran bahasa kedua adalah proses memahaminya
seorang atau lebih individu terhadap suatu bahasa setelah bahasa yang terdahului dikuasai
sampai batas tertentu. Dengan demikian, belajar bahasa
kedua berarti belajar menguasai bahasa yang kedua
dipajankan kepada mereka. Umumnya hasil belajar bahasa kedua tidak sebagus
hasil belajar bahasa pertama. Meskipun demikian, pada anak-anak,
menurut Paivio dan Begg (1981). proses belajar itu terjadi dengan sangat cepat dan
lancar, terutama karena otak mereka masih sangat peka
menerima rangsang bahasa.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa
pemerolehan bahasa berbeda
dengan pembelajaran bahasa. Menurut Sofa (2008) bahwa orang
dewasa mempunyai dua cara yang berbeda mengenai
pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua.
a. Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan
dengan cara anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan
bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak
selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa
untuk berkomunikasi.
b. Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua
dapat dilakukan dengan
belajar bahasa. Anak-anak
memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Namun, pada dasarnya Orang-orang dewasa juga
dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang
sama seperti yang dipakai anak-anak. Pemerolehan
merupakan suatu proses yang amat kuat pada orang dewasa.
Selain pembedaan
pemerolehan dan pembelajaran yang dikemukakan di atas, Sofa
(2008) juga memberikan batasan pembedaan pada pemerolehan dan pembelajaran
dalam lima hal sebagai berikut.
a. Pemerolehan:
memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seorang
anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal,
b. secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar
dan disengaja.
c. bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaran
mengetahui bahasa kedua,
d. mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapat
pengetahuan secara eksplisit,
e. pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaran
menolong sekali.
Terdapat dua cara
pemerolehan bahasa kedua, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara
terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.Per
tam a, pemerolehan bahasa kedua
yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru.
Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang guru sesuai
dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.Kedua, pemerolehan bahasa kedua secara alamiah
adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam
komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru.
Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa
dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari
pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksi
spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
Keberhasilan belajar bahasa kedua, menurut
Steinberg (2001:238), dipengaruhi oleh strategi yang digunakan
pembelajar, yakni (1) verifikasi, adalah
mengecek apakah hipotesis mereka tentang bahasa tersbut
benar, (2) pemrosesan induktif, yakni menyusun hipotesis
tentang bahasa kedua dengan dasar pengetahuan mereka pada bahasa pertama,
(3) alasan deduktif, yakni menggunakan logika umum dalam
memecahkan masalah, (4) praktik, yakni kegiatan mengulang,
berlatih, dan menirukan, (5) memorasi atau mengingat,
yakni strategi mnemonic dan pengulangan untuk tujuan menguatkan penyimpanan dan pengambilan (storage and retrieval), (6) monitoring, yakni berani membuat kesalahan dan memberi perhatian pada bagaimana pesan diterima
oleh petutur.
Sofa (2008) mengemukakan lima strategi pemerolehan bahasa seperti berikut
ini.
a. Gunakanlah
pemahaman nonlinguistik Anda sebagai dasar untuk penetapan atau pemikiran
bahasa, Strategi pertama ini memiliki rerata Panjang Ucapan; rata-rata (PUR) sebesar 1,75, dan Loncatan Atas (LA) sebesar 5. Penggunaan
pemahaman nonlinguistik untuk memperhitungkan serta
menetapkan hubungan-hubungan makna-ekspresi bahasa
merupakan suatu strategi yang amat persuasif atau dapat
merembes pada diri anak-anak.
b. gunakan
apa saja atau segala sesuatu yang penting, yang menonjol dan menarik hati
Anda. Ada dua ciri yang kerap kali penting dan menonjol bagi anak-anak kecil dan berharga bagi sejumlah kata-kata pertama mereka yaitu
objek-objek yang dapat membuat anak-anak aktif dan giat
(misalnya kunci, palu, kaos kaki, topi) dan objek-objek
yang bergerak dan berubah (seperti mobil, jam). Sifat-sifat atas ciri-ciri perseptual dapat bertindak sebagai butir-butir atau
titik-titik vokal bagi anak-anak (misalnya bayangan,
ukuran, bunyi, rasa, bentuk).
c. anggaplah
bahwa bahasa dipakai secara referensial atau ekspresif dan dengan demikian
menggunakan data bahasa. Anak-anak kelompok referensial memiliki 50 kata pertama mencakup suatu proporsi nomina umum yang tinggi dan
yang seakan-akan melihat fungsi utama bahasa sebagai
penamaan objek-objek. Anak kelompok ekspresif memiliki 50
kata pertama secara proporsional mencakup lebih banyak
kata yang dipakai dalam ekspresi-ekspresi sosial (seperti terima kasih, jangan begitu) dan lebih sedikit nama-nama objek yang melihat
bahasa (terutama sekali) sebagai pelayanan fungsi-fungsi
sosial efektif. Kedua kelompok anak itu menyimak bahasa
sekitar mereka secara berbeda. Kelompok yang satu memperlakukan
bahasa yang dipakai untuk mengacu, sedangkan kelompok yang satu lagi, kepada bahasa yang dipakai untuk bergaul, bersosialisasi.
d. amatilah bagaimana caranya
orang lain mengekspresikan berbagai makna. Strategi ini baik
diterapkan pada anak yang berbicara sedikit dan seakan-akan mengamati lebih banyak, bertindak selektif, menyimak, mengamati untuk
melihat bagaimana makna dan ekspresi verbal saling
berhubungan.
e. ajukanlah
pertanyaan-pertanyaan untuk memancing atau memperoleh data yang Anda
inginkan, anak berusia sekitar dua tahun akan sibuk membangun dan memperkaya kosakata mereka. Banyak di antara mereka mempergunakan
siasat bertanya atau strategi pertanyaan. Suatu pola yang
menarik terjadi pada penggunaan pertanyaan mengapa pada
usia sekitar 3 tahun.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Bahasa Kedua
Keberhasilan pembelajaran bahasa
kedua dipengaruhi oleh enam faktor. Pertama, faktor motivasi.
Belajar bahasa yang dilandasi oleh motivasi yang kuat, akan memperoleh hasil yang lebih baik. Motivasi, dalam perspektif ini meliputi
dorongan, hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan yang
menggerakkan seseorang untuk belajar bahasa. Motivasi berasal dalam
diri individu, yang dapat digolongkan sebagai motivasi integratif dan motivasi
instrumen. Motivasi integratif berkaitan dengan keinginan untuk
menjalin komunikasi dengan penutur, sedangkan motivasi
instrumen mengacu pada keinginan untuk memperoleh
prestasi atau pekerjaan tertentu.
Kedua, adalah faktor lingkungan,
meliputi lingkungan formal dan informal. Lingkungan formal
adalah lingkungan sekolah yang dirancang sedemikian rupa, artifisial, bagian dari pengajaran, dan diarahkan untuk melakukan aktivitas yang
berorientasi kaidah (Krashen, 2002). Lingkungan informal
adalah lingkungan alami dan natural yang memungkinkan
anak berinteraksi dengan bahasa tersebut. Menurut Dulay (1982), lingkungan informal,
terutama teman sebaya, memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam proses pemerolehan bahasa. Selain itu, lingkungan yang diperkaya pun
sangat membantu anak menguasai bahasa. Tersedianya materi-materi
cetak, buku-buku bergambar, dan media-media yang setiap
saat dapat dilihat anak merupakan bagian dari lingkungan yang diperkaya.
Ketiga, adalah usia.
Anak-anak, menurut Lambert (1972) memiliki peluang untuk mahir
belajar bahasa. Mereka masih berada pada masa umur kritis berbahasa (Allan
& Paivio, 1981). Dalam hal pelafalan, anak-anak
memiliki peluang untuk berbicara secara fasih, meskipun
aturan berbahasa harus mereka bangun secara natural (Brewer, 1995)
Keempat, adalah kualitas
pajanan. Materi pembelajaran yang dipajankan secara natural
memberikan makna bagi anak dalam kehidupan sehari-hari. Di lain pihak, pajanan yang disajikan secara formal membuat anak menguasai kaidah
secara relatif cepat, meskipun mungkin mereka tidak dapat
mengeskpresikan penguasaannya dalam komunikasi yang
natural (Ellis, 1986).
Kelima, adalah bahasa
pertama. Jika bahasa pertama memiliki kedekatan kekerabatan
dengan bahasa kedua, pembelajar mempunyai kemudahan mengembangkan kompetensinya. Meskipun demikian, kemungkinan percampuran kode lebih mudah terjadi,
sebagaimana banyak ditemukan percampuran kode dalam tuturan anak-anak Taman Kanak-kanak di DIY (Musfiroh, 2003).
Keenam, adalah faktor
intelligensi. Walaupun belum terbukti secara akurat dan bertentangan
dengan teori multiple intelligences, diduga tingkat kecerdasan anak mempengaruhi kecepatan pemerolehan bahasa keduanya. Menurut Lambert,
anak-anak bilingual memiliki performansi yang secara
signifikan lebih baik daripada anak-anak monolingual,
baik pada tes inteligensi verbal maupun nonverbal (Lambert, 1981:154).
D. Peranan Bahasa Pertama dalam Proses Pemerolehan Bahasa Kedua
Telah dipaparkan
sebelumnya mengenai beberapa konsep dasar serta strategi dalam
pemerolehan bahasa pertama (B1) dan pembelajaran bahasa kedua (B2). Ada tiga macam pengaruh
proses belajar bahasa kedua, yaitu pengaruh pada urutan kata dan karena proses penerjemahan, pengaruh pada morfem terikat, dan pengaruh
bahasa pertama walaupun pengaruh isi sangat lemah
(kecil).
Berdasarkan hasil
penelitian yang dikemukakan dalam Sofa (2008) bahwa bahasa pertama
mempunyai pengaruh positif yang sangat besar terhadap bahasa kedua sebesar 4 – 12 % dari kesalahan-kesalahan dalam tata bahasa yang
dibuat oleh anak-anak berasal dari bahasa pertama,
sebesar 8 – 23 % merupakan kesalahan-kesalahan yang
dibuat oleh orang dewasa. Mayoritas kesalahan- kesalahan
tersebut lebih banyak dalam susunan kata daripada dalam morfologi. Bidang yang sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa pertama adalah
pengucapan. Anak-anak memproses sistem bunyi baru melalui
pola-pola fonologis bahasa pertama pada tahap-tahap awal
pemerolehan bahasa kedua, tetapi secara berangsur-angsur
mereka bersandar pada sistem bahasa kedua dan aksen atau tekanan
(logat) mereka pun menghilang.
Oleh : Hasnariyanti Syafna